🌟 Penyakit Umat Dalam Dakwah

Untukmengubah wajah umat Islam yang suram diperlukan dakwah islamiyah untuk menyembuhkan penyakit dalam tubuh umat Islam. Kata Kunci: Dakwah, Problematika Umat, Aqidah, Moral, Individualisme, Materialisme Problems faced today are increasingly great da'wa challenge, both internal or external. The challenge comes in many forms of modern society ZainuddinMZ telah wafat pada 5 Juli 2011, namun gaya dakwah Dai Sejuta Umat ini tetap dikenang jemaah. Ini profilnya dan sempat ke panggung politik. Zainuddin MZ telah wafat pada 5 Juli 2011, namun gaya dakwah Dai Sejuta Umat ini tetap dikenang jemaah. Dengan penyakit tersebut ia berpulang pada 5 Juli 2011, tepat 11 tahun yang lalu. FATHUR Dakwahmerupakan aktivitas untuk memberikan penyadaran di tengah-tengah umat, sadar akan "penyakit" yang mendera umat ini, sehingga kemudian mereka juga tahu apa "obatnya". Rasulullah saw. adalah teladan abadi bagi umat Islam dalam semua aspek kehidupan (QS al-Ahzab [33]: 21). Allah SWT telah memerintahkan umat Islam untuk mengambil PenyakitUmat di Akhir Zaman Bagian 2 | Silahkan lihat selengkapnya »»» - Diterbitkan oleh situs Islam | Dakwah Syariah. 1 Penyimpangan Tujuan (Ghayah) Penyimpangan tujuan termasuk salah satu penyelewengan paling berbahaya yang harus dihindari. Tujuan dakwah, semata-mata karena Allah. Dakwah yang bertujuan selain Allah, atau menyertai tujuan-tujuan lain, seperti tujuan dalam bentuk kepentingan pribadi selain tujuan kepada Allah, adalah suatu penyimpangan. Prinsipdan Usaha Membangun Tradisi Dakwah. Dakwah merupakan masalah yang paling penting dalam mengembalikan kejayaan umat Islam. Kesan dakwah pada saat ini tidaklah sepenting yang digariskan, dan seakan sudah tidak ada lagi dalam pikiran orang-orang Islam yang hidup pada zaman ini. Orang-orang Islam mungkin lupa bahwa risalah kenabian dan sandakwah dalam al-Q ur'an. B eberapa bent uk pesan da k- wah antara lai n, ayat - ayat al - Q ur' an, hadis nabi M uhammad Saw. , penda p at para ul ama, hasil penel itian, k isah - ki sah, Akibatyang diinginkan dalam dakwah Islamiah adalah terwujudnya umat yang taat pada ajaran agama. Namun, atas pengaruh waktu, tempat, strategi yang digunakan para da'i, belum tentu tujuan tersebut tercapai. Memang dapat dilihat bahwa dakwah Islamiah yang bertitik tolak pada konsepsi iman dan amal saleh berdasarkan ilmu Tantangandan Peluang Dakwah Masa Kini. Berdakwah, seperti yang kita ketahui merupakan kewajiban setiap umat muslim. Dakwah bisa dilakukan di mana saja, kapan saja, tidak ada batasannya. Berbeda dengan khotbah yang terbatas pada mimbar dan dalam waktu-waktu tertentu seperti shalat Jum'at dan shalat hari raya. Berbagaimacam penyakit sosial yang terdapat ditengah-tengah kehidupan masyarakat. Hampir semuai penyakit masyarakat tersebut tidak ada yang bernilai positif. Sebagaimana disebutkan dalam tabel di atas, menyatakan 530 responden atau 80 persen menyatakan sangat tidak baik. Dan yang menyatakan tidak baik sebanyak 133 responden atau 20 persen. Natijahpenyakit wahan ini sememangnya menggerunkan kerana dunia menyaksikan kelahiran umat baru berwatak kebinatangan yang begitu rakus pada dunia dan takut pada risiko. Bagi yang rakus berpolitik misalnya, watak binatang politik sering kali menjelmakan manusia yang hilang kewarasan dan pertimbangan akal budi insani hingga tergamak UMATDALAM BERDAKWAH fI. Tujuan Umum Madah Terbentuknya pribadi muslim yang memiliki keahlian dan kemampuan dalam berdawah pada setiap ruang lingkup dan berbagai kondisi, memiliki kemampuan untuk membina orang lain, mampu menghadapi dan mengatasi tantangan, problematika serta merasakan pentingnya amal jama'i dan amal untuk mengkhidmat Islam an y3B5aFy. Sebenarnya dakwah Islam tidak pernah berhenti, namun barangkali ia tidak efektif dalam melakukan perubahan. Bahkan kadang yang terjadi justru hasilnya malah kontraproduktif dengan dakwah itu sendiri. Mengapa bisa terjadi? Muasal masalah tersebut sesungguhnya bersumber pada sikap individu pelaku dakwah. Penyakit ini lantas menjadi sebuah sikap. Sikap dan pendirian ini kemudian mempengaruhi maknawiyah [mental] dan aktifitasnya. Lemahnya ma’nawiyah dalam dakwah. Efek mental akibat sikap infirodi [individu] dalam dakwah dapat dilihat dari gejala-gejala berikut Emosional dalam menghadapi keadaan hingga berlaku serampangan Figuritas bahkan kultus hingga menimbulkan diktatorisme dalam dakwah Superioritas [merasa paling hebat] yang menyebabkan egoisme Meremehkan orang lain hingga ia menyempal dan memecah-belah umat Lemahnya aktivitas dalam dakwah akibat sifap infirodi dalam dakwah dapat dilihat dari gejala-gejala berikut Improvisasi yang asal-asalan. Dakwah yang dilakukan secara spontanitas demikian tidak dapat dipertanggungjawabkan hasilnya. Parsial [sebagian-sebagian] dalam melakukan perbaikan sehingga yang terjadi justru kontradiksi dan pertentangan. Tradisional dan konserfatif hingga meninbulkan kedangkalan argumen dan wawasan Perbaikan yang dilakukan bersifat tambal sulam. Hal ini disebabkan berbagai keterbatasan yang ada pada individu. Betapapun hebatnya, sebagai manusia maka seorang dai tidak luput dari kekurangan. Baik aspek kemampuan maupun usia. Dakwah tambal sulam yang demikian tidak akan membuahkan hasil. Energinya habis percuma karena belum selesai perbaikan pasa suatu sisi, kekurangan terjadi di tempat lain. Belum selesai perbaikan pada bagian kedua, bagian pertama yang kemarin sudah mulai usang. Terapi penyakit umat. Penyakit dakwah yang sangat berbahaya ini hanya dapat disembuhkan dengan amal jama’i. Namun banyak orang tidak siap untuk melakukan amal jama’i selama penyakit individualistis yang menjangkiti dirinya belum terobati. Pengobatan terhadap penyakit jiwa ini dapat dilakukan dengan Penyadaran bahwa sikapnya itu berbahaya bagi diri dan dakwah. Ia tidak dapat memberikan kontribusi maksimal Meluruskan orientasi dakwahnya untuk Islam, bukan untuk kepentingan individu, keluarga maupun golongan Tawadlu [rendah hati]. Hanya Allah saja yang pantas menyandang sifat takabur karena Allah Mahahebat. Objektifitas dalam menilai diri, orang lain, maupun realitas umat. Kesadaran akan pentingnya manhaj dalam dakwah. Kesadaran untuk melakukan dakwah secara integral dan menyeluruh Modernisasi metodologi dakwah dan tidak konservatif, hingga umat tercerahkan. Perubahan secara total, hingga umat tersadarkan fikiran, semangat dan aktivitasnya. Dakwah yang merupakan proyek besar dan berat ini tidak mungkin dilakukan secara individual. Sebab tiap-tiap diri pasti tidak bebas dari kekurangan. Namun, betapapun kecil dan terbatasnya individu, dakwah akan menjadi besar dan kuat dalam amal jama’i. Navigasi tulisan Buku Panduan Menuju Muslim Kaaffah Praktik pekerjaan sosial khususnya di lingkungan Islam, penting mempunyai kiblat yang relevan dengan lingkungannya. Sebagai ilmu yang lahir dan berkembang di luar tradisi Islam, pekerjaan sosial/kesejahteraan sosial selama ini berkiblat pada tradisi budaya dan keilmuan di Barat. Buku berjudul lnterkoneksi Islam dan Kesejahteraan Sosial Teori, Pendekatan dan Studi Kasus ini tidak lain adalah bagian dari upaya untuk mempertegas kiblat kesejahteraan sosial, yakni dalam konteks keislaman. Karena buku ini secara gamblang menunjukkan bahwa ada interkoneksi antara Islam dan kesejahteraan sosial. Menghubungkan sebuah entitas keilmuan yang sudah mapan dengan tradisi Islam di beberapa kalangan memang memunculkan kecurigaan epistemologis. Seperti halnya upaya menginterkoneksikan Islam dan kesejahteraan sosial seolah bagian dari gerakan lslamisasi ilmu pengetahuan. Sehingga, ilmu kesejahteraan sosial seakan-akan ingin dilegitimasi dalam konteks keislaman. Kuntowijoyo, seorang ilmuan yang sohor pernah mengkritik gerakan lslamisasi pengetahuan karena ilmu yang bersangkutan tidak memiliki landasan paradigma yang kuat. Karena itulah beliau membalikkan logika gerakan tersebut dengan "pengilmuan Islam." Yang pertama dapat terjebak pada legitimasi-legitimasi yang hanya menyentuh kulit luar sedangkan yang kedua berupaya membangun landasan paradigmanya. Tentu saja buku ini tidak ingin terjebak pada yang pertama dengan hanya melegitimasi teori-teori atau praktik pekerjaan sosial dalam tradisi keilmuan Islam. Namun lebih dari itu, yakni dengan menunjukkan secara epistemologis adanya interkoneksi Islam dan kesejahteraan sosial. Karena itulah buku ini tidak hanya menyuguhkan ulasan kepada pembaca pada dataran teoritis, akan tetapi juga masuk dalam wilayah pendekatan strategi hingga studi kasus praktik. Di sinilah nantinya, ilmu kesejahteraan sosial dapat menemukan wujudnya sebagai ilmu yang mempunyai keterkaitan dengan tradisi Islam. Penyakit Umat di Dalam Dakwah Setelah menyimak beberapa pembahasan sebelumnya, kita mengetahui bahwa problematika dan tantangan yang dihadapi umat Islam hari ini tidaklah ringan. Upaya penyadaran umat dengan dakwah dan amar ma’ruf nahi munkar tidak dapat berjalan efektif jika hanya mengandalkan amal individual al-infiradiyyah. Dampak Al-Infiradiyyah Al-infiradiyyah di dalam dakwah adalah penyakit yang harus segera diobati. Karena ia akan berdampak pada mentalitas al-ma’nawiyyah dan aktivitas al-amaliyyah seorang da’i. Pertama, dampak terhadap mentalitas al-ma’nawiyah Da’i yang berdakwah secara infiradi secara maknawi cenderung emosional al-infi’aliyyah; yakni sekedar mengikuti suasana hati atau kecenderungan pribadi. Dakwahnya menjadi serampangan at-tahawur, tidak berdasarkan pandangan dan perencanaan yang matang. Al-Infiradiyah pun cenderung menggiring pada figuritas al-wijahiyah. Hal ini berbahaya terutama jika para pengikut da’i infiradi ini bersikap fanatik kepadanya. Sadar atau tidak, hal yang mungkin muncul kemudian adalah sikap otoriter al-istibdadiyah seorang da’i. Kita hendaknya merenungkan sebuah perkataan hikmah yang disampaikan Imam Malik rahimahullah, لَيْسَ أَحَدٌ مِنْ خَلْقِ اللهِ إِلَّا وَيُؤْخَذُ مِنْ قَوْلِهِ وَيُتْرَكُ، إِلَّا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ “Tidak ada seorangpun setelah Nabi shallallaahu alaihi wa sallam, kecuali perkataannya itu ada yang diambil dan ada yang ditinggalkan, kecuali Nabi shallallaahu alaihi wa sallam.” Ibnu Abdil-Barr dalam Jaami’ Bayanil-Ilmi wa Fadhlihi juz II, hal. 111-112. Dalam puncak ketenaran, da’i infiradiyyah pun sangat rentan terpapar perasaan merasa hebat al-i’tizaziyyah. Sikap seperti ini menyeret seorang da’i pada egosentrisme al-ananiyyah; ia tidak mampu melihat suatu persoalan dari perspektif orang lain; tidak bisa menarik kesimpulan dari apa yang dipikirkan, dirasakan, dan dilihat oleh pihak lain. Ia menganggap dirinyalah pusat perhatian dan hanya pendapatnya sajalah yang penting. Dengan mentalitas seperti ini tidak heran jika yang muncul selanjutnya adalah sikap meremehkan al-intiqashiyyah. Maka potensi perpecahan at-tafriqah di tengah-tengah umat pun semakin berkembang. Kedua, dampak terhadap al-amaliyyah aktivitas Dakwah yang dilakukan secara infiradiyyah cenderung bergaya spontanitas al-afwiyyah. Tanpa ada musyawarah atau pertimbangan-pertimbangan dari pihak lain yang dapat mengarahkan pandangan lebih luas dan menyeluruh terhadap sebuah permasalahan. Tidak ada di dalamnya langkah-langkah yang strategis dan sistematis. Padahal Allah Ta’ala berfirman, وَأَمْرُهُمْ شُورَىٰ بَيْنَهُمْ “…sedang urusan mereka diputuskan dengan musyawarat antara mereka…” QS. As-Syura, 42 38. Dengan dakwah semacam ini setiap tindakan dan langkah-langkah tidak akan terevaluasi dengan baik; tidak ada pertanggung jawaban adamul mas’uliyyah. Tanpa musyawarah dan langkah-langkah strategis, dakwah infiradiyyah berpotensi menjadi gerakan dakwah yang parsial al-juz’iyyah. Dakwah yang menitikberatkan pada sebagian ajaran Islam dan mengabaikan sebagian ajaran Islam yang lainnya. Maka akan tumbuhlah fenomena-fenomena kontradiktif at-tanaqudhat di tengah-tengah masyarakat. Sebagai contoh, akan muncullah orang-orang yang sangat penuh perhatian pada fiqih ibadah namun abai terhadap masalah adab dan akhlak; atau sebaliknya, sangat penuh perhatian pada masalah adab dan akhlak namun abai terhadap masalah fiqih ibadah; sangat penuh perhatian pada masalah politik Islam namun abai pada masalah tazkiyatun nafs; atau sebaliknya, sangat penuh perhatian pada masalah tazkiyatun nafs tapi abai pada masalah politik Islam; sangat penuh perhatian pada masalah thalabul ilmi namun abai pada masalah amar ma’ruf nahi munkar; atau sebaliknya, sangat penuh perhatian pada masalah amar ma’ruf nahi munkar namun abai pada masalah thalabul ilmi; dan lain sebagainya. Dakwah infiradiyah pun kerap terjebak pada cara-cara tradisional at-taqlidiyyah. Hal ini dikarenakan sang da’i tidak memiliki pandangan yang luas adamul bashirah tentang realita umat pada masa kini. Aktivitas dakwah seperti itu pada akhirnya hanya bersifat tambal sulam at-tarqi’iyyah dan tidak produktif adamul intaj; kurang memberikan manfaat pada upaya pemecahan problematika dan atau pembentukan umat yang ideal. ***** Al-Ilaj Terapi Pada Penyakit Al-Infiradiyah Para da’i infiradi harus segera diobati dengan terapi yang tepat. Pertama, harus ditumbuhkan kesadaran al-wa’yu pada diri mereka terhadap bahaya penyakit al-infiradiyyah. Kedua, membuka pandangannya tentang keislaman al-islamiyyah yang sesungguhnya dengan pemahaman yang benar sesuai dengan apa yang diajarkan oleh salaful ummah. Ketiga, menanamkan sikap rendah hati at-tawadhu kepada mereka dengan menggambarkan keteladanan para salafus shalih dan para ulama rabbani. Keempat, menggugahnya agar memiliki pandangan yang objektif al-inshaf terhadap keadaan diri dan realita umat. Hal ini dilakukan dengan menggambarkan kepadanya dengan lebih jelas dan detail tentang problematika yang mendera umat. Sehingga mereka menyadari keterbatasan kemampuan mereka dan tergugah untuk bekerjasama dalam sebuah barisan dakwah. Kelima, mengajak mereka untuk bergerak dalam dakwah secara sistematis al-manhajiyyah; memahami problematika, mengetahui obatnya, mengerti prioritas, langkah-langkah dan tahapannya, mampu memilih sarana-sarananya hingga dapat mencapai tujuan. Keenam, menuntunnya pada kerja-kerja dakwah Islam yang menyeluruh as-syumuliyyah; mencakup aspek keyakinan al-i’tiqadi, moral al-akhlaki, sikap as-suluki, perasaan as-syu’uri, pendidikan at-tarbawi, kemasyarakatan al-ijtima’i, politik as-siyasi, ekonomi al-iqtishadi, militer al-askari, dan hukum al-jina’i. Ketujuh, memperkenalkan kepada mereka prioritas dan cara-cara dakwah kekinian al-ashriyah yang sesuai dengan perkembangan zaman. Kedelapan, memotivasinya untuk bersama-sama melakukan perubahan total al-inqilabiyyah. Ringkasnya, hal-hal negatif dari dakwah infiradiyyah dapat dikurangi atau dihilangkan dengan mengembangkan kerja kolektif al-amalul jama’iy. Harus ada sekelompok orang yang bekerja dalam sebuah barisan yang teratur bagaikan sebuah bangunan yang tersusun kokoh. Allah Ta’ala berfirman, وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” QS. Ali Imran, 3 104 إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِهِ صَفًّا كَأَنَّهُمْ بُنْيَانٌ مَرْصُوصٌ “Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.” QS. As-Shaf, 61 4 Wallahu A’lam…

penyakit umat dalam dakwah